Tulisan ini dibuat
setibanya saya di rumah selepas jalan-jalan malam.
Waktu menunjukkan
pukul 22.30. Bapak saya mengajak pergi ke pasar pisang (dekat Pasar Palmerah)
untuk membeli pisang. Memasuki wilayah Palmerah tepatnya setelah SMPN 16,
nampaklah pemandangan pasar tumpah. Pedagang sayur menjajakkan dagangannya di
sepanjang jalan.
Pasar yang mulai
beroperasi diatas pukul 21.00 ini cukup asik dipandang mata. Lemon, brokoli,
tomat dan paprika menjadi warna-warna yang indah mewarnai jalan.
Setelah melewati
pasar tumpah, tibalah saya di pasar pisang. Pasar ini tidak sepenuhnya menjual
pisang, ada juga buah-buah lain. Bahkan ada pula yang menjual sayuran,
singkong, dan ubi. Saya rasa pasar ini nampak tidak konsisten dengan namanya.
Di bagian belakang
pasar berjajarlah 12 kios yang menjual pisang. Bertandan-tandan pisang
digantung di tiap kios. Bapak saya memasuki salah satu kios untuk memilih
pisang. Sembari menunggu, saya memutar-mutarkan badan untuk mengamati pasar.
Suara komentator
D'Academi Asia mampir di telinga saya. Rupanya beberapa pedagang pisang sedang menonton acara itu. Salah seorang
bertanya kepada temannya "picing apaan sih?", dan temannya tidak ada
yang tahu. Mereka nampak asik mengobrol.
Mayoritas pedagang
di sini adalah laki-laki. Tidak hanya laki-laki separuh tua, banyak juga
laki-laki yang masih muda. Pasar itu sepi, tidak banyak pembeli. Mungkin karena
pasar ini merupakan tempat pendistribusian atau memang pasar ini benar-benar
sepi, entah lah.
Setiap hari saya
melewati pasar ini. Pasar tidak pernah tidur. Mereka berjualan dari pagi
sampai pagi lagi. Pantas saja muka mereka terlihat seperti menahan kantuk yang
amat sangat.
Pedagang-pedagang
itu tidak kenal waktu dalam bekerja, dalam mencari uang. Untuk kehidupan. Tapi
kehidupan macam apa?
kehidupan yang
setidaknya terpenuhinya sandang, pangan dan papan? Ah, sederhana sekali. Mereka
macam orang yang kehilangan mimpi-mimpi.
Sekian.
sumber gambar: google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar