Tulisan ini adalah
lanjutan dari tulisan sebelumnya.
Saya pulang melewati
perumahan elit di kawasan Permata Hijau. Perumahan mewah dan besar. Saya rasa
mengepel dan menyapu rumah ini akan membuat badan terasa pegal seharian. Katanya pemililik rumah-rumah ini adalah bos
besar, pengusaha, pemilik pabrik, ya intinya sih bukan pekerja biasa.
Rumah-rumah mewah
tersusun rapih di tiap blok. Rumah dengan aksen tradisional Jawa menjadi
favorit saya. Di titik perbatasan antara perumahan dan perkampungan selalu ada
portal yang dijaga oleh petugas keamanan. Di dalam perumahan juga ada pos
polisi yang berjaga, dengan 1 unit mobil polisi yang siap sedia. Ya nampaknya
penjagaan perumahan ini sangat baik.
Saya bertanya-tanya
dalam diri,
"kalau rumah
yang seperti ini harganya kira-kira berapa ya?".
"Kalau
seseorang dengan gaji sebesar UMP, harus menabung berapa lama untuk bisa
membeli rumah sepert ini?"
"apa pemilik
rumah-rumah ini bisa tidur dengan tenang tanpa memikirkan kemalingan dan
kebangkrutan?"
Sejenak tentang
rumah mewah itu saya lupakan. Mereka menjadi amat memusingkan.
Munir |
Beberapa hari lalu
saya menonton sebuah film biografi Munir bersama teman-teman di kampus. Di
dalam film ini ada sebuah kalimat yang menarik perhatian saya. Saya tidak
terlalu ingat keseluruhan katanya, tapi inti kalimat tersebut adalah "tidak perlu membaca
buku yang tebal dulu untuk mengetahui ketidakadilan".
Che Guevara |
Sebelum nonton film
ini, saya juga ditunjukkan sebuah film oleh senior saya yaitu Ka Yasril. Film
itu tentang perjalanan Che Guevara sebelum menjadi Komunis. Perjalanan dari
Argentina menuju Venezuela dengan pemandangan sebuah ketidakadilan. Film ini
sangat mengesankan, romantisme dibangun tidak dengan kisah cinta-cintaan tapi
dengan rasa kemanusiaan.
Roh dari kedua film
itu ternyata masih menepel saat saya liputan kemarin.
Aksi KASBI |
Kemarin saya meliput
aksi buruh KASBI brsama tim www.kabarburuh.com.
Salah satu tuntutannya adalah untuk mencabut PP no 78. PP no 78 dikatakan
merugikan buruh karena kenaikan upah hanya ditentukan oleh perhitungan inflasi
dan pertumbuhan ekonomi, tidak ada lagi survei Kualitas Hidup Layak (KHL).
Sebenarnya saya tidak banyak tau tentang PP ini, sepertinya saya harus banyak
mempelajarinya dan mempelajari tentang persoalan perburuhan lainnya. Ya intinya saya masih harus banyak belajar.
Perjalanan hidup
saya selama dua minggu ini memang tidak seamazing Che. Otak saya juga masih
terlalu cetek untuk mengkritisi sebuah kebijakan. Tapi yang jelas saya melihat
bahwa nyatanya ketidakadilan memang benar-benar ada.
Keadilan itu perlu
diperjuangkan. Aksi dalam sebuah perjuangan itu sangat diperlukan. Bukan
sekedar aksi penuh orasi yang membara. Tapi aksi juga butuh jiwa, seperti jiwa
Munir dah Che Guevara.
Sekian.
Sumber gambar:
Google.com
Facebook Darto Coy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar