Selasa, 01 November 2016

Lanjutan Jalan-Jalan Malam


Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya.

Saya pulang melewati perumahan elit di kawasan Permata Hijau. Perumahan mewah dan besar. Saya rasa mengepel dan menyapu rumah ini akan membuat badan terasa pegal seharian.  Katanya pemililik rumah-rumah ini adalah bos besar, pengusaha, pemilik pabrik, ya intinya sih bukan pekerja biasa.

Rumah-rumah mewah tersusun rapih di tiap blok. Rumah dengan aksen tradisional Jawa menjadi favorit saya. Di titik perbatasan antara perumahan dan perkampungan selalu ada portal yang dijaga oleh petugas keamanan. Di dalam perumahan juga ada pos polisi yang berjaga, dengan 1 unit mobil polisi yang siap sedia. Ya nampaknya penjagaan perumahan ini sangat baik.

Saya bertanya-tanya dalam diri,
"kalau rumah yang seperti ini harganya kira-kira berapa ya?".
"Kalau seseorang dengan gaji sebesar UMP, harus menabung berapa lama untuk bisa membeli rumah sepert ini?"
"apa pemilik rumah-rumah ini bisa tidur dengan tenang tanpa memikirkan kemalingan dan kebangkrutan?"

Sejenak tentang rumah mewah itu saya lupakan. Mereka menjadi amat memusingkan.

Munir
Beberapa hari lalu saya menonton sebuah film biografi Munir bersama teman-teman di kampus. Di dalam film ini ada sebuah kalimat yang menarik perhatian saya. Saya tidak terlalu ingat keseluruhan katanya, tapi inti kalimat  tersebut adalah "tidak perlu membaca buku yang tebal dulu untuk mengetahui ketidakadilan".

Che Guevara
Sebelum nonton film ini, saya juga ditunjukkan sebuah film oleh senior saya yaitu Ka Yasril. Film itu tentang perjalanan Che Guevara sebelum menjadi Komunis. Perjalanan dari Argentina menuju Venezuela dengan pemandangan sebuah ketidakadilan. Film ini sangat mengesankan, romantisme dibangun tidak dengan kisah cinta-cintaan tapi dengan rasa kemanusiaan.

Roh dari kedua film itu ternyata masih menepel saat saya liputan kemarin.

Aksi KASBI

Kemarin saya meliput aksi buruh KASBI brsama tim www.kabarburuh.com. Salah satu tuntutannya adalah untuk mencabut PP no 78. PP no 78 dikatakan merugikan buruh karena kenaikan upah hanya ditentukan oleh perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tidak ada lagi survei Kualitas Hidup Layak (KHL). Sebenarnya saya tidak banyak tau tentang PP ini, sepertinya saya harus banyak mempelajarinya dan mempelajari tentang persoalan perburuhan lainnya.  Ya intinya saya masih harus banyak belajar.

Perjalanan hidup saya selama dua minggu ini memang tidak seamazing Che. Otak saya juga masih terlalu cetek untuk mengkritisi sebuah kebijakan. Tapi yang jelas saya melihat bahwa nyatanya ketidakadilan memang benar-benar ada.

Keadilan itu perlu diperjuangkan. Aksi dalam sebuah perjuangan itu sangat diperlukan. Bukan sekedar aksi penuh orasi yang membara. Tapi aksi juga butuh jiwa, seperti jiwa Munir dah Che Guevara.
Sekian.

Sumber gambar:
Google.com
Facebook Darto Coy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar