Aku memasuki sebuah
jalan setelah melewati gapura berwarna merah putih dengan tulisa angka usia
kemerdekaan. Jalan itu sepi dengan lampu remang. Sesekali motor lewat memecah
sunyi. Berdiri di sepanjang jalan pepohonan berbunga. Bunga kertas, bunga
sepatu, dan sebagian lainnya aku tidak tahu apa namanya.
Sebuah pohon masih
menggugurkan bunganya seperti jati dimusim kemarau. Berwarna kuning dan putih
di tepian kelopaknya, orang-orang menyebutnya kamboja.
Aku memungutnya. Aku
mencium wanginya. "inikah bau mistis?", tanyaku
Seseorang
berkata bau bunga kamboja seperti bau
kuburan.
"Oh mungkin
karena dia berteman dekat dengan melati, kantil dan kemenyan", pikirku
Aku memungut 2 bunga
kamboja yang berguguran dibawah dahannya sendiri. Aku mengirup aromanya
sepanjang jalan dan kubawa pulang.
Aku memasang bunga
itu di selipan telinga. Aku berdiri di depan cermin. Nampak wajahku,
kubayangkan seperti perempuan bali dengan rambut kepang dan setumpuk
buah-buahan diatas kepalanya.
"Ini tidak
terlalu buruk"
Aku letakkan kedua
bunga itu diatas meja kamarku, lalu kutinggal tidur.
Dua hari berlalu.
Aku lupa.
Aku punya bunga.
Di atas meja itu
kini terlihat kelopak yang kisut. Kuning yang menjadi kecoklatan. Bungaku layu.
Tidak ada aroma mistis lagi. Bungaku kini semakin menua. Esok dia semakin
coklat. Dan esok lagi dia lebih coklat dan kering atau justru berbau busuk.
Besok aku memungut
bunga lagi. Semuanya selalu berulang kembali.
Sekian
*Salam suka-citaku
untukmu yang pergi menuju keabadian.
sumber gambar: google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar