Sabtu, 06 Februari 2016

Mahasiswa Apatis VS Mahasiswa Kebelet Demo


Pertama-tama saya mau mengucapkan terima kash kepada Mas Aulia Rahman atas istilah "mahasiswa kebelet demo" saya suka sekali dengan istilah ini, kata-kata yang menggelitik namun rasanya seperti menampar. Tulisan ini dibuat karena kegabutan saya di pukul 2.35 dini hari. Ini sebenernya tulisan iseng, terserah mau dianggap serius atau sedikit serius tapi yang jelas tulisan ini ditunjukkan untuk kalian si agen perubahan. Tulisan ini didasari atas opini saya pribadi, tidak ada data kulitatif maupun kuantitatif maklum saya masih mahasiswa tingkat 1 yang ilmunya pun masih cetek. Jadi disini saya tidak bermaksud menggurui saya hanya ingin menyampaikan opini saya, hanya itu saja.

"Kok mereka mau ngorbanin waktu kuliah cuma buat aksi gak jelas begitu, mending belajar yang bener terus lulus IPK bagus dan ngebangun Indonesia" kata si mahasiswa apatis.
"Ngapain jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang) kita ini agen perubahan, Indonesia bisa lebih baik dengan aksi kita dengan suara kita" kata si mahasiswa kebelet demo.

Dua kubu ini saya rasa  ada di setiap kampus di Indonesia. Jangan tanyakan kepada saya mana kubu yang salah mana kubu yang benar, sebab saya ndak mau jawab. Perkara menilai baik-buruk benar-salah itu kan ranah Tuhan masa saya yang umatnya sok-sokan paling tau mana yang benar mana yang salah mana yang baik mana yang buruk ah tidak pantas sekali rasanya.

Sejarah Indonesia dan mahasiswa tentu tidak dapat dipisahkan, sudah jelas bahwa perubahan memang bersumber dari isi si gedung-gedung keilmuan itu. Jika mendengar cerita betapa gagah dan tangguhnya mahasiswa dalam perjuangan dulu wah tentu saja saya terkagum-kagum, pasti ada kebanggaan tersendiri menjadi bagian dari perjuangan sebuah bangsa. Tidak salah memang jika mahasiswa dijuluki agen perubahan, sebab saat semua rakyat ingin adanya perubahan mereka "nitip" ke mahasiswa, saat mahasiswa sudah bergerak terlebih dahulu maka baru seluruh rakyat ikut bergerak. Oke juga lah ya dalam konsep pemanfaatan nyali dan semangat anak muda yang masih menggebu-gebu.

Kembali ke masalah Mahasiswa Apatis VS Mahasiswa Kebelet Demo. Sebenarnya tidak ada yang salah dari kedua kubu itu, harusnya tidak ada yang saling singgung antara mereka. Tapi kenyataannya masih ada saja yang mempermasalahkan hal itu baik di lingkungan kampus maupun di sosial media. Berdasarkan ilmu sok tau saya, mereka si golongan apatis memilih fokus di studinya karena mereka beranggapan bahwa lewat suara dan pergerakan mahasiswa saja tidak akan mampu membawa perubahan yang berarti bagi Indonesia. Dan mereka si golongan kebelet demo beranggapan bahwa mahasiswa harus bersuara mahasiswa harus demo menyampaikan aspirasi dari seluruh rakyat, dan saya yakin sedikit atau banyak golongan ini pasti terinspirasi dari senior-seniornya yang telah sukses dalam urusan demo-mendemo.

Tapi harus kita ingat ini abad 21, tidak ada lagi penjajahan yang secara gamblang ditunjukkan terang-terangan. Uang berperan sangat kuat di negara yang hampir melarat. Mahasiswa harusnya bersatu jangan fokus di kelompok-kelompoknya, fokuslah di masalahnya. Si Apatis menjadi pengkaji, si kebelet demo menjadi pengorasi, beres kan?

Kawan-kawanku
negeri ini sekarat
Ibu pertiwi hanya bisa merintih dan berdoa.
Disaat gunung, sawah, dan lautan tak lagi menyimpan kekayaan.
Kesakitannya semakin perih
Ketika bayi tak mampu minum susu padahal negeri ini punya kolam susu
Ketika tetangga bilang kita punya tanah surga sebab tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman namun masih saja ada yang berhutang untuk mencari sesuap makan

Sejujurnya saya tidak ingin membahas si apatis maupun si kebelet demo, tidak penting buat saya. Lebih dari itu mahasiswa harusnya mampu bersatu, tinggalkanlah nama-nama kelompok kalian itu. Tak peduli asalmu dari HMI, LMND, GMNI, PMII, dll. Tak peduli kampusmu dari UI, UNPAD, IISIP, TRISAKTI dll. Tinggalkanlah almamatermu, tingglkanlah organisasimu. Ini waktumu berjuang, cukup gunakan almamater perjuanganmu yang terbuat dari semangat rakyat dan satu-satunya asalmu adalah dari nurani rakyat.

Mengapa demo mahasiswa belakangan ini dirasa sudah tidak ada pengaruhnya lagi? Saya hanya bisa menjawab  sebab mahasiswa lupa bersatu. Demo mahasiswa tetap ada namun hanya mengatasnamakan kampus tertentu atau organisasi tertentu. Perubahan tidak akan terjadi apabila kalian berjalan sendiri-sendiri, perubahan juga tidak akan terjadi jika kalian hanya mengandalkan beberapa orang di barisan depan. Tapi berjalanlah seiringan, kuatkan ikatan dan rangkulah semua golongan.

Sebenarnya saya punya usul tapi mungkin agak mengada-ada sih. Saya membayangkan jika mahasiswa mampu membuat gerakan serentak secara nasional. Misalnya saat indonesia dilanda kebakaran hutan, bisa saja setelah itu mahasiswa membuat gerakan "Indonesia menanam", atau gerakan "mahasiswa megajar", atau sekedar kerja bakti mahasiswa masal juga bisa. Ah pokoknya apa saja lah kegiatannya, yang penting digerakkan secara serentak. Sebab yg saya lihat mahasiswa hanya jago bersuara namun minim sekali aksi nyata.

Menurut saya harus ada sedikit konsep yang diperbaiki dari "agen perubahan" tersebut, kalau dulu mahasiswa hanya berorasi menuntut ini menuntut itu kepada pemerintah, sekarang coba buat konsep bagaimana mahasiswa bisa turun langsung ke masyarakat. Jadi fokus masalah yang ingin diatasi bukan bergantung pada pemerintah saja namun ada aksi nyata yang dirasakan secara langsung bagi masyarakat. Belajar menjadi mahasiwa mandiri atau belajar menjadi rakyat mandiri tanpa harus bergantung pada sebuah instansi. Pemerintahan di negeri ini sudah terlanjur bobrok percuma juga menggantungkan nasip kepada para perampok. Walaupun tidak ada bedil yang mengancam namun perjuangan ini saya akui memang berat. Tapi inilah yang namanya perjuangan, makin nikmat saat keringat dan matahari semakin menyengat.

Saya ini banyak omong sekali. Tapi sumpah hutang saya kepada negeri ini belum pernah saya bayar sepeserpun. Kalau saya hanya numpang hidup di sini sia-sia sekali hidup saya. Alam Indonesia budaya Indonesia adalah surga dunia buat saya. Mungkin saya agak lebay sih, ah tapi sungguh saya cinta sekali dengan negeri ini. Saya berharap bisa mati di tanah air ini, dan kalaupun nanti ada kehidupan yang lain saya ingin minta dilahirkan di sini.

Sekian tulisan dari saya, kalau tulisannya tidak enak dibaca saya mohon maaf sebab saya memang bukan penulis saya cuma lagi belajar nulis.

1 komentar: