Jumat, 23 Desember 2016

Sebuah Pertanyaan


Bisakah iman dibebaskan dari agama?

Ini sebuah pertanyaan yang saya dapatkan setelah membaca buku autobiografi spiritual Karen Armstrong yang berjudul Menerobos Kegelapan.

Saya belum sepenuhnya menyelesaikan buku ini. Saya baru membaca 242 dari 371 halaman. Namun pertanyaan ini begitu mengusik. Pertanyan yang sebenarnya sudah merongrong di dalam batin saya beberapa tahun belakangan.

Buku ini berlatar belakang agama Katolik yang kuat, dengan tokoh Karen Armstron sebagai mantan biarawati. Walaupun berlatar belakang agama katolik tetapi saya rasa iman yang dimaksud masih cukup relevan untuk disandingkan dengan pemahaman iman dari agama Islam. Mengingat Yahudi, Kristen, dan Islam merupakan agama/kepercayaan monotheis yang memiliki sejarah yang saling berkaitan. Setidaknya saya harus menamatkan buku  Sejarah Tuhan untuk memahami lebih jelas dimana letak keterkaitan diantara ketiganya.

Apakah arti iman sebenarnya?
Apakah seseorang yang dikatakan beriman harus memiliki agama?
Apakah untuk mempercayai adanya Tuhan, seseorang harus menganut sebuah agama?

Saya belum meninjau artian iman dari sudut pandang ketiga agama tersebut. Alasannya karena saya belum menemukan sumber yang tepat untuk menjelaskan maksud dari iman itu sendiri

Meninjau arti iman dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), iman dapat diartikan sebagai kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dsb. Atau bisa juga diiartikan sebagai ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin.

Jika kita mengartikan iman sebagai Kepercayaan (yang berkenaan dengan agama) maka pupus sudah pertannyaan "Apakah seseorang yang dikatakan beriman harus memiliki agama?", karena dalam pengertian iman tersebut, ada hubungan kuat diantara iman dan agama.

Namun jika kita meninjau artian iman sebagai ketetapan hati, keteguhan batin, dan keseimbangan batin, maka pertanyaan "Apakah seseorang yang dikatakan beriman harus memiliki agama?", menjadi debatable.

Bagaimana mengukur iman seseorang?
Apakah dengan mengikuti ritual keagamaan seseorang dapat dikatakan beriman?

Mungkin saya membutuhkan waktu yang panjang untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini. Mungkin saya harus menyelam dan tenggelam diantara tumpukan buku-buku teologi. Atau saya hanya butuh diam dan menunggu sampai iman itu benar-benar nyata menghampiri hidup saya.


Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar