Selasa, 20 Desember 2016

The Devil and Miss Prym


Beberapa bulan lalu, saya lupa tepatnya kapan,  senior saya (Akbar) pernah bertanya kepada saya, "apakah manusia pada dasarnya baik atau jahat?"

Saat itu saya kekeh menjawab manusia pada dasarnya baik, dengan alasan setiap manusia di dalam hati kecilnya pasti menginginkan sebuah kebaikan. Tapi alasan itu belum sepenuhnya meyakinkan saya bahwa manusia pada dasarnya baik.

Selang bulan-bulan berlalu saya menemukan sebuah buku yang menjawab pertanyaan itu, buku berjudul The Devil and Miss Prym.

Saya menemukan buku itu di Carrefour bersama dua buku lainnya, Berperang Demi Tuhan dan Menerobos Kegelapan karya Karen Armstrong.

The Devil and Miss Prym karya Paulo Coelho ini adalah buku ketiga trilogi And on the Seventh Day. Dua buku sebelumnya adalah By the River Piedra I Sat Down and Wept dan Veronika Decides to Die.

Buku itu mengisahkan tentang seorang asing yang tiba di desa Viscos dengan membawa 11 batang emas. Dia datang untuk mencari jawaban "apakah manusia pada dasarnya baik atau jahat?" .

Desa Viscos yang terlalu damai membuat kehidupan seperti surga yang layaknya neraka. Tawaran orang asing untuk memberikan emas kepada penduduk desa dengan syarat membunuh/mengorbankan 1 nyawa, mengeluarkan wujud asli penduduk desa yang dikuasai keserakahan, kepengecutan, dan ketakutan.

Saat seluruh penduduk desa sepakat untuk mengorbankan Berta -nenek tua yang telah lama ditinggal mati suaminya- untuk dikorbankan demi emas, rencana itu digagalkan oleh Chantal (Miss Prym).

Miss Prym mengisahkan tentang Ahab dan St.Savin, dua tokoh bersejarah bagi desa Viscos.

Ahab yang dikuasai oleh iblis didatangi St.Savian untuk menumpang tidur. Sebelum tidur terjadi pecakapan diantara mereka,

Ahab: Jika malam ini pelacur tercantik desa ini datang kemari, apakah kau akan sanggup memandangnya     dan menganggapnya tidak cantik dan tidak menggoda?
St.Savian: Tidak, tapi bisa mengendalikan diriku.
Ahab: Dan jika aku menawarimu setumpuk keping uang emas agar kau meninggalkan guamu di gunung dan bergabung dengan kami, sanggupkah kau memandang emas itu dan menganggapnya kerikil?
St.Savian: Tidak, tapi  aku bisa mengendalikan diriku.
Ahab: Dan jika kau dicari-cari oleh dua bersaudara, yang satu membencimu dan yang lain menganggapmu suci, sanggupkah kau memiliki perasaan yang sama terhadap keduanya?
St.Savian: itu benar-benar sulit, tapi aku bisa megendalikan diriku sendiri dan memperlakukan mereka dengan sama.

Savian dan Ahab memiliki naluri yang sama, baik dan jahat bertarung di hati mereka, sama seperti di dalam setiap jiwa yang ada di muka bumi ini. Ketika Ahab menyadari savian tidak berbeda dengan dirinya, dia pun menyadari bahwa dirinya tidak berbeda dengan savian. Hal itulah yang menjadikan Ahab menjadi penganut Katolik.

Dari buku ini saya menemukan jawaban bahwa di dalam diri seorang manusia selalu ada naluri baik dan jahat. Tidak ada yang dominan diantara keduanya. Yang ada hanya bagaimana manusia mampu mengendalikan diri. Bagaimana manusia mengendalikan dirinya agar naluri jahat tidak menang di atas naluri baik. Sebab hidup hanya menawarkan dua pilihan, menjadi baik atau menjadi jahat. Dua pilihan. Tidak lebih dan tidak kurang.


Sekian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar