Beberapa bulan lalu,
saya lupa tepatnya kapan, senior saya
(Akbar) pernah bertanya kepada saya, "apakah manusia pada dasarnya baik
atau jahat?"
Saat itu saya kekeh
menjawab manusia pada dasarnya baik, dengan alasan setiap manusia di dalam hati
kecilnya pasti menginginkan sebuah kebaikan. Tapi alasan itu belum sepenuhnya
meyakinkan saya bahwa manusia pada dasarnya baik.
Selang bulan-bulan
berlalu saya menemukan sebuah buku yang menjawab pertanyaan itu, buku berjudul The Devil and Miss Prym.
Saya menemukan buku
itu di Carrefour bersama dua buku lainnya, Berperang
Demi Tuhan dan Menerobos Kegelapan
karya Karen Armstrong.
The Devil and Miss Prym karya Paulo Coelho ini
adalah buku ketiga trilogi And on the Seventh Day. Dua buku sebelumnya
adalah By the River Piedra I Sat Down and Wept
dan Veronika Decides to Die.
Buku itu mengisahkan
tentang seorang asing yang tiba di desa Viscos dengan membawa 11 batang emas.
Dia datang untuk mencari jawaban "apakah manusia pada dasarnya baik atau
jahat?" .
Desa Viscos yang
terlalu damai membuat kehidupan seperti surga yang layaknya neraka. Tawaran
orang asing untuk memberikan emas kepada penduduk desa dengan syarat
membunuh/mengorbankan 1 nyawa, mengeluarkan wujud asli penduduk desa yang
dikuasai keserakahan, kepengecutan, dan ketakutan.
Saat seluruh
penduduk desa sepakat untuk mengorbankan Berta -nenek tua yang telah lama
ditinggal mati suaminya- untuk dikorbankan demi emas, rencana itu digagalkan
oleh Chantal (Miss Prym).
Miss Prym
mengisahkan tentang Ahab dan St.Savin, dua tokoh bersejarah bagi desa Viscos.
Ahab yang dikuasai
oleh iblis didatangi St.Savian untuk menumpang tidur. Sebelum tidur terjadi
pecakapan diantara mereka,
Ahab: Jika malam ini
pelacur tercantik desa ini datang kemari, apakah kau akan sanggup
memandangnya dan menganggapnya tidak
cantik dan tidak menggoda?
St.Savian: Tidak,
tapi bisa mengendalikan diriku.
Ahab: Dan jika aku
menawarimu setumpuk keping uang emas agar kau meninggalkan guamu di gunung dan
bergabung dengan kami, sanggupkah kau memandang emas itu dan menganggapnya
kerikil?
St.Savian: Tidak,
tapi aku bisa mengendalikan diriku.
Ahab: Dan jika kau
dicari-cari oleh dua bersaudara, yang satu membencimu dan yang lain
menganggapmu suci, sanggupkah kau memiliki perasaan yang sama terhadap
keduanya?
St.Savian: itu
benar-benar sulit, tapi aku bisa megendalikan diriku sendiri dan memperlakukan
mereka dengan sama.
Savian dan Ahab
memiliki naluri yang sama, baik dan jahat bertarung di hati mereka, sama
seperti di dalam setiap jiwa yang ada di muka bumi ini. Ketika Ahab menyadari
savian tidak berbeda dengan dirinya, dia pun menyadari bahwa dirinya tidak
berbeda dengan savian. Hal itulah yang menjadikan Ahab menjadi penganut
Katolik.
Dari buku ini saya
menemukan jawaban bahwa di dalam diri seorang manusia selalu ada naluri baik
dan jahat. Tidak ada yang dominan diantara keduanya. Yang ada hanya bagaimana
manusia mampu mengendalikan diri. Bagaimana manusia mengendalikan dirinya agar
naluri jahat tidak menang di atas naluri baik. Sebab hidup hanya menawarkan dua
pilihan, menjadi baik atau menjadi jahat. Dua pilihan. Tidak lebih dan tidak
kurang.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar