Selama dua tahun di
Forum Anak Jakarta saya mengikuti banyak sekali kegiatan-kegitan sosial yang
tentunya berhubungan dengan anak. Selama dua tahun itu saya bertemu banyak
Aktivis atau setidaknya orang-orang yang peduli tentang dunia sosial. Saya
melihat idealisme orang-orang itu, tentang memperjuangkan apa yang mereka
yakini tepat untuk masyarakat. Salah satu hal yang mereka soroti adalah rokok,
dan tulisan saya kali ini pun bahasannya tidak jauh dari rokok.
FCTC untuk Indonesia
adalah salah satu gerakan sosial yang dibentuk utuk mendesak pemerintah agar
menandatangani FCTC. FCTC adalah sebuah perjanjian mengenai kontrol tembakau
yang dibuat oleh WHO. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di http://www.fctcuntukindonesia.org
. Sebenarnya ini menjadi dilematis bagi saya, antara harus mendukung agar
pemerintah menandatangani FCTC atau justru menolak hal tersebut. Isi dari FCTC
sendiri pun masih saya pelajari sampai saat ini sehingga saya tidak dapat
membahas secara jauh tentang hal ini. Namun gejolak penolakan dari masyarakat
ternyata cukup besar, mereka berpendapat apabila pemerintah menandatangani FCTC
maka akan merugikan petani tembakau. Dan ada yang khawatir juga dengan nasib
buruh-buruh pabrik rokok yang nasibnya terancam dengan adanya FCTC. Namun para
aktivis berpendapat bahwa FCTC akan menyelamatkan generasi mendatang dari
ancaman rokok. Bahaya dari paparan rokok tersebut yang mereka khawatirkan.
Terutama masalah mengenai terus meningkatnya jumlah perokok anak dan semakin
mudanya usia perokok.
Bagi orang-orang
yang memiliki idealisme yang tinggi untuk memperjuangkan gerakan anti rokok ini
tentu akan berapi-api untuk tegas menolak dengan segala macam alasannya. Namun
bagi pemerintah untuk menandatangani suatu perjanjian yang menyangkut dengan perusahaan
besar tentu bukan persoalan mudah. Dari kepentingan sosialnya, paparan rokok
jelas sangat berbahaya ditambah lagi akses mendapatkan rokok yang sangat mudah
dan murah sehingga tidak heran hal ini membuat angka perokok anak terus
meningkat dari tahun ketahun. Walaupun sudah ada PP no 19 tahun 2003 tentang
pengendalian tembakau namun ternyata peraturan tersebut belum cukup melindungi
masyarakat dari ancama rokok, oleh karna itu muncullah desakan untuk
menandatangani FCTC yang didalamnya mengatur lebih jelas perihal produk
berbahan tembakau tersebut.
Mengapa pemerintah
tidak mau menandatangani FCTC? Semua orang Indonesia pun tahu bahwa perusahaan
rokok merupakan penyumbang pajak yang cukup besar bagi Indonesia. Selain itu
industri rokok juga merupakan industri yang
menyerap tenaga kerja cukup banyak. Dan hal yang paling penting adalah kegiatan
olah raga di Indonesia sebagian besar di sponsori oleh perusahaan rokok. Lantas
bagaimana bisa pemerintah mempersulit perusahaan rokok yang begitu banyak telah
membatu negara?
Jikalau pemerintah
menandatangani FCTC maka petani tembakau akan dirugikan? Saya pernah membaca
suatu artikel yang menyatakan bahwa rokok yang ada sekarang tembakaunya 70% di
Impor dan hanya 30% yang merupakan tembakau lokal. Dan sepenglihatan saya dengan
meningkatnya jumlah perokok petani tembakau pun hidupnya toh tetap tidak
sejahtera. Mengaitkan kesejahteraan petani tembakau dengan FCTC adalah hal yang
cukup aneh bagi otak saya, jika keadaan sekarang buruk bukankah seharusnya kita
mengubah keadaan menjadi lebih baik? namun mengapa dengan keadaan yang sekarang
sudah buruk mereka tetap ingin bertahan di keadaan itu dan mengkhawatirkan
keadaan didepannya yang jauh lebih buruk lagi, apa harapan mengenai keadaan
yang lebih baik sudah sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali? Mengapa
tetep jadi petani tembakau jika itu tidak menyejahterakan? sedang tanah kita
subur dan mampu ditanami apapun. Lalu
jika dibilang industri rokok penyumbang pajak yang sangat besar coba ditelaah
lagi, apa iya sebesar itu? Padahal sepertinya juga hasil pajak yang didapatkan
negara dari industri rokok pun tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang
harus ditanggung masyarakat dan pemerintah bagi masyarakat yang sakit akibat
rokok. Membiarkan industri rokok tumbuh subur seakan membiarkan rakyat
mengkonsumsi racun yang mampu membunuhnya perlahan.
Bagi orang-orang
yang sangat anti dengan rokok mungkin mereka akan menganalogikan industri rokok
dengan api, bagaimana bisa ada asap kalau tidak ada api? Bagaimana bisa ada
perokok kalau tidak ada industri rokok. Mereka yang secara garis keras menolak
rokok biasanya akan mengatakan "kalau mau menghentikan bahaya rokok ya
tutup saja pabriknya". Ah sejujurnya saya setuju dengan hal ini, tapi
nampaknya masalahnya tidak sesederhana itu . Menutup pabrik rokok sama saja
seperti mematikan sumber lapangan kerja. Apabila industri rokok di hentikan
maka jumlah buruh yang sebegitu banyaknya mau dikemanakan? Sebagian menjawab
"alihkan ke industri lain lah", industri yang mana? Apabila jumlah
lapangan kerja kita banyak sih hal ini tidak jadi masalah, tapi kan keadaannya
sekarang tidak seperti itu. Selain itu kegiatan olahraga kita pun sebagian
besar disponsori oleh rokok, cukup ironis memang kegiatan yang meyehatkan
disponsori oleh produk mematikan. Dunia pendidikan pun tidak lepas dari rokok, mereka
merupakan pihak yang memberi beasiswa dengan konsisten bagi pelajar dan
mahasiswa. Dan mungkin masih banyak hal lagi yang diberikan industri rokok itu
bagi negara. Indonesia seakan-akan memiliki hutang budi dengan rokok, indonesia
seakan bergantung dengan industi ini, indonesia seperti melakukan simbiosis
mutualisme dengan industri rokok.
Menghentikan bahaya
akibat dari rokok sebenarnya bukan dengan cara menutup pabrik rokok. Bahkan
kebijakan-kebijakan yang mempersulit industri rokok pun tidak akan berhasil
apabila rokok tetap menjadi kebutuhan masyarakat. Menyelamatkan generasi muda
dari bahaya rokok sebenarnya susah dan sebebarnya gampang yaitu dengan
kesadaran untuk tidak merokok.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar