Selasa, 19 Juli 2016

Surat buat Intan (2)


Disini aku masih selalu memikirkan kau, Karmi dan Suci.
Aku ingin buru-buru bertemu denganmu. Rinduku menggunung dari waktu-kewaktu.

Aku seperti bujangan tak beranak-istri .
Aku sunggu tidak suka mencuci baju. Seperinya ini menjadi masalah terbesarku di sini.
Aku juga bosan dengan makanan warteg. Tak seenak masakan buatanmu.

Kemarin aku dengar di radio. Pak mentri menginstruksikan untuk mengantar anak di hari pertama sekolahnya.
Rasanya aku ingin sekali mengantar Suci.
Anakku yang satu ini pasti senang sekali jika diantar bapaknya.
Berbeda dengan Karmi. Karmi pasti malu jika aku antar.
Bapak teman-temannya itu juragan tanah, juragan sapi, pokonya kelas juragan lah.
Sedangkan aku hanya tukang bengkel.

Bulan ini gajiku dinaikan oleh bos ku
Tidak banyak hanya 200 ribu
Kau tahu Tan, temanku yang bekerja menjadi tukang sampah di pemerintahan gajinya naik dari 2,7 juta menjadi 3,1 juta.
Apa sebaiknya aku jadi tukang sampah saja ya?
Menurutmu bagaimana?

Gajiku hanya 2 juta di bengkel. Aku takut tak cukup untuk menjamin masa depan Suci nanti.
Aku masih ingin anakku sekolah di universitas yang di Jogja itu.
Siapa tahu nanti Suci jadi presiden.
Atau setidaknya mentri.
Pokoknya apa saja yang penting bisa membanggakan ibu dan bapaknya ini.


Intan,
Aku lega sekali mendengar Pak Tedjo tidak jadi menjodohkan anaknya dengan Karmi.
Apa Karmi sudah mendapatkan pekerjaan? Aku yakin pasti belum.
Ah aku tahu sekali betapa sulitnya mencari pekerjaan disana.
Oleh sebab itu aku pilih cari pekerjaan disini.

Disamping bengkelku ada minimarket baru. Ada lowongan pekerjaan sebagai kasir. Gajinya juga lumayan. Bermodal ijazah SMA sudah cukup katanya.
Sebaiknya Karmi kau suruh kesini saja.
Itung-itung dia kan bisa mencucikan bajuku.

Jika Karmi tidak mau bekerja di minimarket samping bengkelku karna malu dengan pekerjaan Bapaknya ini, nanti aku carikan minimarket yang lain.
Disini banyak sekali minimarket. Hampir setiap belokan ada.
Jadi Karmi tak perlu khawatir.


Intan,
Bagaimana kabarmu?
Masih sering melamunkan aku?
Terkadang aku teringat masa-masa kita pacaran dulu.
Sungguh ternyata lebih indah menikahimu daripada memacarimu.

Sepanjang kita pacaran dulu aku tak pernah mendengar kau bilang sayang kepadaku.
Setelah menikah pun tetap saja sama.
Tetapi setelahaku pindah  ke sini aku baru sadar. Ternayata sayangmu terasa di setiap baju-baju yang nyaman untuk ku gunakan.
Aku seperti kehilangan itu sekarang.
Aku rindu dicucikan baju olehmu Intan.

Aku segera pulang.
Tunggu sebentar.


Salam
Suamimu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar