Disini aku masih
selalu memikirkan kau, Karmi dan Suci.
Aku ingin buru-buru
bertemu denganmu. Rinduku menggunung dari waktu-kewaktu.
Aku seperti bujangan
tak beranak-istri .
Aku sunggu tidak
suka mencuci baju. Seperinya ini menjadi masalah terbesarku di sini.
Aku juga bosan
dengan makanan warteg. Tak seenak masakan buatanmu.
Kemarin aku dengar
di radio. Pak mentri menginstruksikan untuk mengantar anak di hari pertama
sekolahnya.
Rasanya aku ingin
sekali mengantar Suci.
Anakku yang satu ini
pasti senang sekali jika diantar bapaknya.
Berbeda dengan
Karmi. Karmi pasti malu jika aku antar.
Bapak teman-temannya
itu juragan tanah, juragan sapi, pokonya kelas juragan lah.
Sedangkan aku hanya
tukang bengkel.
Bulan ini gajiku
dinaikan oleh bos ku
Tidak banyak hanya
200 ribu
Kau tahu Tan,
temanku yang bekerja menjadi tukang sampah di pemerintahan gajinya naik dari
2,7 juta menjadi 3,1 juta.
Apa sebaiknya aku
jadi tukang sampah saja ya?
Menurutmu bagaimana?
Gajiku hanya 2 juta
di bengkel. Aku takut tak cukup untuk menjamin masa depan Suci nanti.
Aku masih ingin
anakku sekolah di universitas yang di Jogja itu.
Siapa tahu nanti
Suci jadi presiden.
Atau setidaknya
mentri.
Pokoknya apa saja
yang penting bisa membanggakan ibu dan bapaknya ini.
Intan,
Aku lega sekali
mendengar Pak Tedjo tidak jadi menjodohkan anaknya dengan Karmi.
Apa Karmi sudah
mendapatkan pekerjaan? Aku yakin pasti belum.
Ah aku tahu sekali
betapa sulitnya mencari pekerjaan disana.
Oleh sebab itu aku
pilih cari pekerjaan disini.
Disamping bengkelku
ada minimarket baru. Ada lowongan pekerjaan sebagai kasir. Gajinya juga
lumayan. Bermodal ijazah SMA sudah cukup katanya.
Sebaiknya Karmi kau
suruh kesini saja.
Itung-itung dia kan
bisa mencucikan bajuku.
Jika Karmi tidak mau
bekerja di minimarket samping bengkelku karna malu dengan pekerjaan Bapaknya
ini, nanti aku carikan minimarket yang lain.
Disini banyak sekali
minimarket. Hampir setiap belokan ada.
Jadi Karmi tak perlu
khawatir.
Intan,
Bagaimana kabarmu?
Masih sering
melamunkan aku?
Terkadang aku
teringat masa-masa kita pacaran dulu.
Sungguh ternyata
lebih indah menikahimu daripada memacarimu.
Sepanjang kita
pacaran dulu aku tak pernah mendengar kau bilang sayang kepadaku.
Setelah menikah pun
tetap saja sama.
Tetapi setelahaku
pindah ke sini aku baru sadar. Ternayata
sayangmu terasa di setiap baju-baju yang nyaman untuk ku gunakan.
Aku seperti
kehilangan itu sekarang.
Aku rindu dicucikan
baju olehmu Intan.
Aku segera pulang.
Tunggu sebentar.
Salam
Suamimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar