Tulisan ini adalah
sebuah rangkuman dari pendahuluan buku Sejarah Tuhan karya Karen Armstrong.
Saya rasa kandungan didalamnya sangat menggugah rasa ingin tau. Tulisan ini
bisa dijadika lefleksi bagi kita, bagaimana kita memandang Tuhan. Berikut
isinya.
Ketika
sebuah konsepsi tentang Tuhan tidak mempunyai makna atau relevansi, ia aka
diam-diam ditinggalkan dan digantikan oleh sebuah teologi baru. Ateisme sering
merupakan keadaan transisi, oleh sebab itu umat Yahudi, Kristen dan Muslim
disebut "ateis" oleh kaum pagan di masanya, karena telah mengadopsi
gagasan revolusioner tentang keilahian
dan transendensi.
Apakah ateisme modern merupakan penolakan serupa terhadap
"Tuhan" yang tidak lagi memadai bagi persoalan di zaman kita?
Kita
akan menyaksikan bahwa sebuah ide tentang
Tuhan tidak harus bersifat logis atau
ilmiah, yang terpenting adalah bisa
diterima. Ketika ide itu sudah tidak efektif lagi ia akan diganti,
terkadang dengan ide lain yang berbeda secara radikal.
Akan
tetapi semua agama besar sepakat bahwa mustahil untuk menggambarkan
transendensi ini dalam konsep biasa. Kaum monoteis menyebut transendensi ini
"Tuhan", namun mereka membatasinya dengan syarat-syarat tertentu.
Yahudi misalnya, dilarang mengucapkan nama Tuhan yang sakral. Sedangkan Islam,
tidak dikenankan melukis Tuhan secara visual. Disiplin macam ini merupakan
pengingat bahwa apa yang disebut "Tuhan" berada di luar ekspresi
manusia.
Di
tengah kecenderungan sekuler di kalangan masyarakat barat, ide tentang Tuhan
masih mempengaruhi kehidupan jutaan orang. Tapi pertanyaannya adalah "Tuhan"
menurut konsep mana yang mereka anut?
Tuhan
orang Yahudi, Kiristen, dan Islam adalah Tuhan yang dalam beberapa pengertian
dapat berkata-kata (berfirman). Firmannya sangat krusial bagi ketiga agam
tersebut. Firman Tuhan telah membentuk kebudayaan kita. Kita harus memutuskan apakah kata "Tuhan" masih tetap memiliki
makna bagi kita pada masa sekarang ini?
Sekian.
Sumber: Armstrong, Karen.
2015. Sejarah Tuhan. Bandung: Mizan